Selasa, 12 Februari 2013

MAY DAY

Menguak Sejarah Hari Buruh Dunia dan Indonesia
Setiap tanggal 1 Mei, kaum buruh dari seluruh dunia memperingati peristiwa besar demonstrasi kaum buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang menuntut pemberlakuan delapan jam kerja.

Tuntutan ini terkait dengan kondisi saat itu, ketika kaum buruh dipaksa bekerja selama 12 sampai 16 jam per hari. Demonstrasi besar yang berlangsung sejak April 1886 pada awalnya didukung oleh sekitar 250 ribu buruh.

Dalam jangka waktu dua minggu membesar menjadi sekitar 350 ribu buruh. Kota Chicago adalah jantung gerakan diikuti oleh sekitar 90 ribu buruh. Di New York, demonstrasi yang sama diikuti oleh sekitar 10 ribu buruh, di Detroit diikuti 11 ribu buruh. Demonstrasi pun menjalar ke berbagai kota seperti Louisville dan di Baltimore demonstrasi mempersatukan buruh berkulit putih dan hitam. Sampai pada tanggal 1 Mei 1886, demonstrasi yang menjalar dari Maine ke Texas, dan dari New Jersey ke Alabama diikuti oleh setengah juta buruh di negeri tersebut.

Perkembangan ini memancing reaksi yang juga besar dari kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan setempat saat itu. Melalui Chicago’s Commercial Club, dikeluarkan dana sekitar US$ 2.000 untuk membeli peralatan senjata mesin guna menghadapi demonstrasi. Demonstrasi damai menuntut pengurangan jam kerja itu pun berakhir dengan korban dan kerusuhan. Sekitar 180 polisi menghadang demonstrasi dan memerintahkan agar demonstran membubarkan diri.

Sebuah bom meledak di dekat barisan polisi. Polisi pun membabi-buta menembaki buruh yang berdemonstrasi. Akibatnya korban pun jatuh dari pihak buruh pada tanggal 3 Mei 1886, empat orang buruh tewas dan puluhan lainnya terluka. Dengan tuduhan terlibat dalam pemboman delapan orang aktivis buruh ditangkap dan dipenjarakan. Akibat dari tindakan ini, polisi menerapkan pelarangan terhadap setiap demonstrasi buruh. Namun kaum buruh tidak begitu saja menyerah dan pada tahun 1888 kembali melakukan aksi dengan tuntutan yang sama. Selain itu, juga memutuskan untuk kembali melakukan demonstrasi pada 1 Mei 1890.

Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Bahkan menurut Rosa Luxemburg (1894), demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam perhari tersebut sebenarnya diinsipirasikan oleh demonstrasi serupa yang terjadi sebelumnya di Australia pada tahun 1856. Tuntutan pengurangan jam kerja juga singgah di Eropa. Saat itu, gerakan buruh di Eropa tengah menguat. Tentu saja, fenomena ini semakin mengentalkan kesatuan dalam gerakan buruh se-dunia dalam satu perjuangan.

Peristiwa monumental yang menjadi puncak dari persatuan gerakan buruh dunia adalah penyelenggaraan Kongres Buruh Internasional tahun 1889. Kongres yang dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negeri dan memutuskan delapan jam kerja per hari menjadi tuntutan utama kaum buruh seluruh dunia. Selain itu, Kongres juga menyambut usulan delegasi buruh dari Amerika Serikat yang menyerukan pemogokan umum 1 Mei 1890 guna menuntut pengurangan jam kerja dengan menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia.

Delapan jam/hari atau 40 jam/minggu (lima hari kerja) telah ditetapkan menjadi standar perburuhan internasional oleh ILO melalui Konvensi ILO no. 01 tahun 1919 dan Konvensi no. 47 tahun 1935. Khususnya untuk konvensi no. 47 tahun 1935, sampai saat ini, baru 14 negara yang menandatangani konvensi tersebut. Ditetapkannya konvensi tersebut merupakan suatu pengakuan internasional yang secara tidak langsung merupakan buah dari perjuangan kaum buruh se-dunia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Penetapan 8 jam kerja per hari sebagai salah satu ketentuan pokok dalam hubungan industrial perburuhan adalah penanda berakhirnya bentuk-bentuk kerja-paksa dan perbudakan yang bersembunyi di balik hubungan industrial.

Masalahnya saat ini, semakin banyak buruh yang terpaksa bekerja lebih dari 8 jam perhari. Hal ini disebabkan oleh memburuknya krisis imperialisme yang menekan upah dan mempertinggi biaya kebutuhan pokok untuk kehidupan. Di Indonesia sendiri, perayaan May Day sebagai hari libur telah secara resmi dihapuskan melalui terbitnya UU nomor 13 tahun 2003. Secara tidak langsung, kemenangan buruh dalam gerakan 1 Mei mengalami kemerosotan tajam. Makin lama makin menghilang.

Pertemuan di hari berikut, 4 Mei 1886, berlokasi di bunderan lapangan Haymarket, para buruh kembali menggelar aksi mogoknya dengan skala yang lebih besar lagi, aksi ini jaga ditujukan sebagai bentuk protes tindakan represif polisi terhadap buruh. Semula aksi ini berjalan dengan damai.

Karena cuaca buruk banyak partisipan aksi membubarkan diri dan kerumunan tersisa sekitar ratusan orang. Pada saat itulah, 180 polisi datang dan menyuruh pertemuan dibubarkan. Ketika pembicara terakhir hendak turun mimbar, menuruti peringatan polisi tersebut, sebuah bom meledak di barisan polisi. Satu orang terbunuh dan melukai 70 orang diantaranya. Polisi menyikapi ledakan bom tersebut dengan menembaki kerumunan pekerja yang berkumpul, sehingga 200 orang terluka, dan banyak yang tewas.

Pengadilan spektakuler kedelapan anarkis tersebut adalah salah satu sejarah buram lembaga peradilan AS yang sangat dipengaruhi kelas borjuis Chicago. Pada 21 Juni 1886, tanpa ada bukti-bukti kuat yang dapat mengasosiasikan kedelapan anarkis dengan insiden tersebut (dari kedelapan orang, hanya satu yang hadir. Dan Ia berada di mimbar pembicara ketika insiden terjadi), pengadilan menjatuhi hukuman mati kepada para tertuduh. Pada 11 November 1887, Albert Parsons, August Spies, Adolf Fischer, dan George Engel dihukum gantung. Louise Lingg menggantung dirinya di penjara.

Sekitar 250.000 orang berkerumun mengiringi prosesi pemakaman Albert Parsons sambil mengekspresikan kekecewaan terhadap praktik korup pengadilan AS. Kampanye-kampanye untuk membebaskan mereka yang masih berada di dalam tahanan, terus berlangsung. Pada Juni 1893, Gubernur Altgeld, yang membebaskan sisa tahanan peristiwa Haymarket, mengeluarkan pernyataan bahwa, “mereka yang telah dibebaskan, bukanlah karena mereka telah diampuni, melainkan karena mereka sama sekali tidak bersalah.” Ia meneruskan klaim bahwa mereka yang telah dihukum gantung dan yang sekarang dibebaskan adalah korban dari ‘hakim-hakim serta para juri yang disuap.’ Tindakan ini mengakhiri karier politiknya.

Bagi kaum revolusioner dan aktifis gerakan pekerja saat itu, tragedi Haymarket bukanlah sekadar sebuah drama perjuangan tuntunan ‘Delapan Jam Sehari’, tetapi sebuah harapan untuk memerjuangkan dunia baru yang lebih baik. Pada Kongres Internasional Kedua di Paris, 1889, 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur pekerja. Penetapan untuk memperingati para martir Haymarket di mana bendera merah menjadi simbol setiap tumpah darah kelas pekerja yang berjuang demi hak-haknya.

Meskipun begitu, komitmen Internasional Kedua kepada tradisi May Day diwarisi dengan semangat berbeda. Kaum Sosial Demokrat Jerman, elemen yang cukup berpengaruh di Organisasi Internasional Kedua, mengirim jutaan pekerja untuk mati di medan perang demi ‘Negara dan Bangsa.’ Setelah dua Perang Dunia berlalu, May Day hanya menjadi tradisi usang, di mana serikat buruh dan partai Kiri memanfaatkan momentum tersebut demi kepentingan ideologis. Terutama di era Stalinis, di mana banyak dari organisasi anarkis dan gerakan pekerja radikal dibabat habis di bawah pemerintahan partai komunis. Hingga hari ini, tradisi May Day telah direduksi menjadi sekadar ‘Hari Buruh’, dan bukan lagi sebuah hari peringatan kelas pekerja atau proletar untuk menghapuskan kelas dan kapitalisme. Delapan orang pemimpin buruh yang didakwa dan dijatuhi hukuman mati adalah :
August Spies, imigran berkebangsaan Jerman, tewas digantung.
Albert Parsons, warga A.S, tewas digantung.
Adolph Fischer, imigran berkebangsaan Jerman, tewas digantung
George Engel, imigran berkebangsaan Jerman, tewas digantung.
Louis Lingg, imigran berkebangsaan Jerman, bunuh diri dengan menggunakan dinamit saat berada di dalam penjara.
Michael Schwab, imigran berkebangsaan Jerman, diberi keringanan hukuman dari hukuman mati menjadi hukuman kurungan penjara seumur hidup, kemudian diampuni pada tahun 1893.
Samuel Fielden, imigran berkebangsaan Inggris, diberi keringanan hukuman ,dari hukuman mati menjadi hukuman kurungan penjara seumur hidup, kemudian diampuni pada tahun 1893.

Oscar Neebe, warga A.S. keturunan Jerman, dihukum 15 tahun penjara kemudian diampuni pada tahun 1893.

Peristiwa Haymarket

Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.

Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.

Kongres Sosialis Dunia

Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi:
Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.

Hari Buruh di Indonesia

Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini.

Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.

Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.

Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.

Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis

Aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam.
Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama adalah Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara atau Istana Kepresidenan. Selain itu, lebih dari 2.000 buruh juga beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai serikat atau organisasi buruh. Mereka menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak merugikan kalangan buruh.
Tahun 2007

Di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan. Berbagai titik di Jakarta dipenuhi para pengunjuk rasa, seperti Kawasan Istana Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Gedung Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia.

Di Yogyakarta, ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen memenuhi Kota Yogyakarta. Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos Yogyakarta. Di Solo, aksi dimulai dari Perempatan Panggung yang dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran Gladag sejauh 3 km untuk menggelar orasi lalu berbelok menuju Balaikota Surakarta yang terletak beberapa ratus meter dari Gladag. Aksi serupa juga digelar oleh dua ratusan buruh di Sukoharjo. Massa aksi tersebut mendatangi Kantor Bupati dan Kantor DPRD Sukoharjo. Di Bandung, para buruh melakukan aksi di Gedung Sate dan bergerak menuju Polda Jawa Barat dan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Jawa Barat. Di Serang, ruas jalan menuju Pandeglang, Banten, lumpuh sejak pukul 10.00 WIB. Sekitar 10.000 buruh yang tumplek di depan Gedung DPRD Banten memblokir Jalan Palima. Di Semarang, ribuan buruh berunjuk rasa secara bergelombang sejak pukul 10.00 WIB. Mengambil start di depan Masjid Baiturrahman di Kawasan Simpang Lima, Kampus Undip Pleburan, dan Bundaran Air Mancur di Jalan Pahlawan, lalu menuju gedung DPRD Jawa Tengah. Sekitar 2 ribu buruh di kota Makassar mengawali aksinya dengan berkumpul di simpang Tol Reformasi. Dari tempat tersebut, mereka kemudian berjalan kaki menuju kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo. Di kota Palembang, aksi buruh dipusatkan di lapangan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera). Di Sidoarjo, ratusan buruh yang melakukan aksi di Gedung DPRD Sidoarjo, Jawa Timur. Ribuan buruh di Pekalongan melakukan demo mengelilingi Kota Pekalongan. Aksi dimulai dari Alun-alun Pekauman Kota Pekalongan, melewati jalur pantura di Jalan Hayam Wuruk, dan berakhir di halaman Gedung DPRD Kota Pekalongan. Longmarch dilakukan sepanjang sekitar enam kilometer. Di Medan, sekitar 5 ribu buruh mendatangi DPRD Sumut dan Pengadilan Negeri Medan.

Tahun 2008

Sekitar 20 ribu buruh melakukan aksi longmarch menuju Istana Negara pada peringatan May Day 2008 di Jakarta. Mereka berkumpul sejak pukul 10 pagi di Bundaran Hotel Indonesia.
Sementara itu 187 aktivis Jaringan Anti Otoritarian dihadang dan ditangkap dengan tindakan represif oleh personel Polres Jakarta Selatan seusai demonstrasi di depan Wisma Bakrie, saat hendak bergabung menuju bundaran HI . Di Depok, 5 truk rombongan buruh yang hendak menuju Jakarta ditahan personel Polres Depok. Di Medan, polisi melarang aksi demonstrasi dengan alasan hari raya Kenaikan Isa Almasih. Aksi buruh di Yogyakarta juga dihadang Forum Anti Komunis Indonesia.
Aksi ini dilakukan oleh pelbagai organisasi buruh yang tergabung Aliansi Buruh Menggugat dan Front Perjuangan Rakyat, serta diikuti berbagai serikat buruh dan organisasi lain, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Buruh Putri Indonesia, Kesatuan Alinasi Serikat Buruh Independen (KASBI), Serikat Pekerja Carrefour Indonesia, Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), komunitas waria, organ-organ mahasiswa dan lain sebagainya.

Tahun 2009

Belasan ribu buruh, aktivis dan mahasiswa dari berbagai elemen dan organisasi memperingati Hari Buruh Sedunia dengan melakukan aksi longmarch dari Bundaran HI menuju Istana Negara, Jakarta. Aksi ini tergabung dalam dua organisasi payung, Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Ribuan buruh yang tergabung dalam ABM, tertahan dan dihadang oleh ratusan aparat kepolisian sekitar 500 meter dari Istana.

Tahun 2010
Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional, ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Dari Bundaran HI, mereka kemudian bergerak ke depan Istana Negara. Mereka menuntut akan jaminan sosial bagi buruh. Kalangan buruh menganggap penerapan jaminan sosial saat ini masih diskriminatif, terbatas, dan berorientasi keuntungan.
Di depan Istana, sempat terjadi kericuhan yang berlangsung sekitar 15 menit pada pukul 14.00 WIB. Petugas kepolisian mengamankan dua orang pengunjuk rasa untuk dimintai keterangan. Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Edward Aritonang, kedua demonstran tersebut berasal dari salah satu lembaga antikorupsi, KAPAK (Komite Aksi Pemuda Anti Korupsi). Setelah insiden itu, secara umum kondisi aksi unjuk rasa berjalan kondusif kembali hingga selesainya aksi pada pukul 16.00 WIB. 
 Tahun 2011
]Ribuan buruh Indonesia merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day, Minggu (01/05) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan adanya kepastian jaminan sosial bagi para buruh di Indonesia sambil meneriakkan yel-yel perjuangan eperti "Hidup Buruh" dan "Berikan Hak-Hak Buruh," serta mereka berpawai menuju Istana Negara.
 
 

Jumat, 25 Januari 2013


KERE MUNGGAH BALE

“Aja lali asal-usulmu ya le, menawa ana rejeki ya sing gemi, setiti lan kudu ngati-ati!”
(Jangan lupa asal-usulmu ya nak, apabila mendapatkan rejeki ya jangan boros, gunakan juga secara teliti serta hati-hati)
Kata-kata diatas terakhir saya dengar saat saya mohon pamit juga minta do’a restu kepada Mbah Uti (nenek) beberapa tahun yang lalu, yaitu tepatnya tatkala saya harus meninggalkan kampung halaman tercinta demi mencari penghidupan yang lain, bekerja mencari nafkah (bukan mencari pengalaman lho).
Kelihatannya hanya berujud potongan-potongan kata, namun apabila saya dapat cerna sungguh sangat bermakna. Dari kalimat tersebut saya pun selanjutnya bisa memaknai satu kata lain yang sedikit banyak masih ada hubungannya, “kere munggah bale”.
Kere munggah bale dapat diasumsikan sebagai satu bentuk kekagetan yang luar biasa dari orang yang awalnya bukan siapa-siapa juga bukan apa-apa namun entah itu karena satu keberhasilan atau mungkin satu garis nasib akhirnya mampu menjadi orang yang sering bisa berkata “Sapa Sira – Sapa Ingsun!” (siapa kamu siapa saya) boleh percaya namun tak dipaksakan untuk mempercayainya bahwa Tuhan pun memberikan satu kelebihan yang sangat-sangat jauh padanannya bagi mereka-mereka yang berhasil tersebut, berbanding terbalik dari keadaan semula. Sementara yang bisa menjadikan kekagetan itu bisa berujud harta, pangkat ataupun kedudukan.
Sudah menjadi bagian dari hukum alam apabila manusia ini hidupnya tak mau hanya sekedar jalan ditempat, manusia juga termasuk makhluk dinamis dan memang sudah kodratnya bahwa kita ini tercipta sebagai manusia yang derajatnya ditempatkan yang paling tinggi diantara makhluk lain, manusia berotak, otak mampu digunakan untuk berpikir serta diberikan hati agar kita manusia ini juga memiliki indra perasa, mempunyai nafsu, memiliki keinginan serta hasrat.

Jaman sudah berubah, bisa dikatakan bahwa sudah benar kalau tak ikut ngedan maka kita ra bakal keduman. Mungkin inilah kata yang tepat buat kita menilai keadaan sekarang ini. Banyak yang dapat kita lihat bukan saja dari satu kacamata pandang, ada yang berani bersumpah (entah itu sumpah manusia atau sumpah buaya), bahkan tanpa tedheng aling-aling menggunakan nama keluarga sebagai topengnya.
Ada lagi yang lainnya, karena sudah terlalu suntuk dan tersudut dengan tuntutan yang ada tentang bentuk pertanggungjawaban sewaktu memegang satu jabatan akhirnya pun menunjukkan satu pengakuan tentang riwayat jatidiri yang hanya berasal dari rakyat kecil dan orang tak punya.
Menyedihkan memang, inikah potret kita..? Mau merasa kalau telah mencapai titik nadir..? Nggak ada istilah “bisa rumangsa” (dapat merasa), tak tersedia pepatah “sapa salah bakal seleh”
Satu bentuk tentang draftkere munggah bale telah mampu kita saksikan karena setelah finishing langsung diadakan exposisi tentang hasil karya itu. Bak seorang maestro tingkat tinggi lulusan Sorbone, mereka sangat percaya diri sekali dalam menjalankan peran itu. Hebat memang di negeri yang penuh seniman-seniwati pelakon birokrasi ini, hemmm…
Semoga kita semua yang berada diluar panggung itu masih diberikan kesadaran untuk dapat terus dan selalu mengingat kata-kata paling pertama ditulisan awal ini. Aja lali asal-usulmu (jangan lupa asal usulmu). Selanjutnya kita pun mampu menerapkannya dalam menjalani kehidupan ini, entah itu kita sedang berperan susah sebagai pembantu rumah tangga atau saat nikmat melakoni seni peran sebagai juragan muda pada sebuah drama.
Bukankah benar jika dunia ini tak lain dan tak bukan adalah sebuah panggung sandiwara..? Akan lebih baik apabila kita tahu tema, plot, dan alur ceritanya. Syukur-syukur kita pun bisa sekaligus menjadikan diri sebagai sutradaranya
BELAJAR BERANI
Kalau kita bicara tentang berani sepertinya nggak ada ujungnya. Karena tidak ada orang yang berani untuk semua hal setiap waktu! ya benar saya setuju. Demikian juga dengan saya. Rasanya saya nggak berani-berani amat sih. Banyak hal yang membuat saya takut. Meskipun demikian saya merasakan keberanian saya tumbuh dan menjadi kuat. Keberanian yang saya maksudkan adalah keberanian yang dibutuhkan dalam upaya kita mencapai tujuan.
Pertanyaannya adalah apakah dirimu memiliki ketakutan yang saat ini sudah dalam taraf menghalangimu dalam mencapai tujuan?. Bila demikian saya punya sebuah tips bagaimana menumbuhkan keberanian;

TIPS #1: SEDIKIT TIDAK NYAMAN
Takut itu muncul pada saat kita harus keluar dari zona nyaman. Bila kamu katakan bahwa kamu berani dalam situasi tertentu saja, maka itu namanya bukan berani tetapi biasa!. Berani adalah bukan karena kita tidak memiliki rasa takut. Tetapi berani adalah apabila kita terus berjalan meskipun takut.Oleh karena itu bila kamu ingin menjadi berani belajarlah setiap saat keluar dari zona nyaman. Saya tidak mengajakmu untuk melakukan hal ekstrim. Saya hanya mengajak untuk keluar dari zona nyaman sedikit demi sedikit. Sedikit merasa tidak nyaman, nggak apa-apa bukan?. Belajarlah sedikit demi sedikit menantang diri sendiri melakukan apa yang kamu pikir tak bisa kamu lakukaan.

TIPS#2: DENGARKAN yang POSITIF
Keberanian itu juga bisa muncul dari dukungan. Beradalah terus disekitar orang yang percaya padamu, yang mendukung mimpimu. yang mendengarkan tujuanmu, yang percaya bahwa kamu bisa, yang terus menantangmu tanpa henti. Beradalah diantara mereka, karena mereka tidak akan mengijinkan kamu untuk menyerah. Biarkan keyakinan mereka akan keuatanmu mendorongmu menjadi kuat dan berani. Bila orang lain percaya kamu bisa, kenapa kamu tidak mempercayai dirimu sendiri dan memberi kesempatan bahwa kamu bisa!.

TIPS#3: RUBAH CARA BERPIKIRMU
Ketakutan itu muncul karena prasangka. Kamu lebih membayangkan buruknya daripada baiknya. Bila kamu apa yang akan kamu lakukan akan gagal dan salah, kemudian orang akan menghakimimu yang membuat akan merasa terpuruk, maka itu pulalah yang mungkin akan terjadi. Jadi masuk akal bukan kalau kemudian kamu takut untuk bertindak.
Rubah cara pikirmu. Mungkin kamu bisa memulai dengan “namanya juga belajar, mana mungkin langsung mahir.” atau ” Ya kalau nantipun salah ya diperbaiki.” atau “Aku akan buat perencanaan dan belajar untuk bisa minimakan resiko salah/gaga.”. Bila itu percakapan yang ada di kepalamu maka mungkin hasilnya akan berbeda. Kamu akan lebih ringan dalam melangkah dan bertindak. Coba deh!

TIPS #4: JANGAN MENUNGGU
Pernahkah kamu menunggu antrian untuk diuji, apakah kamu semakin takut/nervous?. Kebanyakan orang akan menjawab iya. Semakin lama kamu menunda dan menunggu maka ketakutan itu kan semakin besar. Karena kamu akan mulai lebay dan membayangkan yang bukan-bukan. Bila kamu terpikir untuk melakukan, lakukan saja. Just Do It!. Memang kamu harus memikirkan terlebih dahulu, tetapi jangan kelamaan dong! Karena waktumu akan habis untuk berpikir daripada bertindak.

TIPS #5: LATIH DARI YANG SEDERHANA & KECIL
Kalau yang diatas kita bicara tentang takut dan berani yang hubungannya dengan tujuan, maka kali ini saya ingin mengajak anda untuk melatihnya dalam kesederhanaan dan keseharian. Lakukanlah hal sederhana dan kecil yang berbeda setiap hari. Apa saja yang menurutmu akan bisa melatihmu untuk menjadi terbiasa melakukan perubahan. Kalau kamu biasa melakukannya dalam hal kecil, maka kamu akan lebih nyaman dalam hal besar.
“Berani adalah bukan karena kita tidak memiliki rasa takut. Berani adalah apabila kita tetap berjalan meskipun TAKUT.
Untuk Apa Bersolidaritas?
Mengapa harus ikut-ikutan bersolidaritas jika di pabrik sendiri saja belum sejahtera. Jika pelanggaran normatif masih tetap saja ada. Bukankah akan lebih baik jika kita fokus pada permasalahan di pabrik sendiri? Jangan terlalu banyak memikirkan pabrik orang, sehingga disini tak kunjung terselesaikan. Terbengkalai. Mengapa harus ikut-ikutan bersolidaritas jika perundingan kenaikan gaji di pabrik sendiri belum terselesaikan. Ikut-ikutan aksi dan berlagak sok pahlawan, tapi diri sendiri menjadi bulan-bulanan majikan. Bukankah akan lebih baik jika kita fokus pada keberhasilan sendiri. Jangan terlalu banyak aksi diluar, di dalam pun masih berantakan.
Seringkali, setiap kali mendengar kalimat-kalimat itu, saya hanya tersenyum. Senyum yang getir. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, sehingga menjadi egois dan hanya mementingkan sendiri. Kalimat, yang menurut saya, hanya akan menunjukkan kebodohannya sendiri.Saya tahu. Engkau pun tahu. Saat kita memutuskan untuk bergabung dalam sebuah gerakan serikat pekerja, sejak saat itu kita menanggalkan semua hal yang berbau egoisme pribadi. Serikat pekerja adalah kolektivitas. Serikat pekerja adalah untuk menyatukan kepentingan seluruh pekerja. Disana, kepentingan diri sendiri melebur menjadi kepentingan yang lebih besar. Kepentingan bersama.
Menjadi anggota serikat pekerja adalah kerelaan untuk berjuang bersama. Untuk bersolidaritas. Jika bukan karena itu, apa pentingnya lagi berserikat?
Kembali pada pernyataan di atas: buat apa bersolidaritas jika diri sendiri masih dirundung masalah? Buat saya, itu tidak hanya salah. Tetapi juga, sikap seorang pecundang. Apalagi jika ternyata, kebanyakan dari orang-orang seperti ini hanya bertipikal NATO (Not Action Talk Only), alias omong doang. Tidak melakukan apapun, bahkan untuk membantu dirinya sendiri keluar dari permasalahan yang mendera. Bukankah semakin besar masalah yang kita hadapi, semakin besar pula solidaritas yang kita butuhkan. Ketika kita menyadari di tempat kita bekerja, masih banyak hal yang harus diperbaiki, maka kebutuhan akan berorganisasi – termasuk didalamnya bersolidaritas – menjadi semakin besar.
Bukankah ketika kita membantu orang lain, sejatinya kita juga membantu diri sendiri? Bukankah telah kita sadari, kita yang ada disini adalah satu untuk semua, dan semua untuk satu. Bukakah sudah banyak pelajaran yang bisa kita petik, kebersamaan selalu memudahkan kita untuk menggapai kemenangan?
Lupakah kita, jika sejatinya, sebagai manusia, kita ini adalah makhluk sosial. Sebuah sifat/karakter yang mengedepankan satu rasa kebersamaan, yang mementingkan kehidupan yang baik untuk orang lain, untuk komunitas yang lebih besar, yang mengedepankan kepentingan bersama, dan yang paling penting: tidak mengutamakan ego/kepentingan diri sendiri.Dan bukankah bercerai berai adalah keinginan musuh-musuh kita? Mereka takut dengan persatuan kita, dan menggunakan berbagai cara untuk menghancurkannya. Lalu mengapa justru kita sendiri yang takut menadi besar. Menjadi lebih kuat.Cobalah untuk keluar dari tembok pabrik. Lihatlah apa yang terjadi diluar sana. Semua memiliki permsalahan yang sama. Mengapa kesamaan itu tidak menjadikan diri kita menjadi lebih peduli satu dengan yang lain, dan kemudian bersama-sama pula mengatasi setiap permasalahan yang ada?
Semoga menginspirasi….

MENGAPA BURUH SEDIKIT BANYAK HARTA MEMBUAT BURUH JADI SOMBONG

Ketika orang tersebut belum memiliki banyak harta, dia sangat baik dan ramah kepada setiap orang, teman dan sanak saudara apalagi tetangga. Komunikasinya kepada setiap orang sangat enak dan menyenangkan banyak orang. Banyak pula orang yang berteman dengan dia juga senang. Semua orang berkesimpulan enak ngobrol dengan dia.
Pada saat posisi dia belum memiliki banyak harta, dia perlu banyak teman dan teman itu dengan siapa saja itulah prinsipnya ketika itu. Mana tau kalau berkomunikasi dengan banyak orang dan berteman, bisa mendapatkan peluang informasi yang bisa mendatangkan rizki itulah pendapat dia ketika itu. Memang benar ketika dalam proses waktu pertemanan dia kepada siapa saja, melalui pertemanan inilah dia mendapatkan bermacam informasi yang bisa dia pilih untuk menjadi pilihannya untuk menjawab problematika penghasilan hidupnya. Dalam pergaulannya sehari-hari ternyata dia mendapatkan teman yang berprinsip “hidup adalah sekali maka berbuatlah yang terbaik” teman ini juga merupakan teman menangis artinya “teman yang sangat tau tentang keadaan kita dan sangat empati bila kita susah dia mensolusi, bila kita lagi senang dia dengan setia mengingatkan”. Teman ini ternyata memiliki potensi yang luar biasa kreatif dan inovatif atas gagasannyalah pertemanan ini bisa membuat suatu aktifitas produktif yang bisa menghasilkan pendapatan harian dan bulanan.
Waktu, hari, bulan dan tahun berjalan demikian cepatnya, tidak terasa perusahaan perusahaan di Kab Bogor terjadi perubahan luar biasa ada yang bonus sampai 8 ( delapan ) kali gaji pokok, ada yang naik 150%, bahkan UMK, UMSK naik dari 1.300.000,- menjadi 2.100.100,- semua buruh-buruh di bogor bahkan ribuan buruh di bogor banyak yang menikmatinya.
Dalam perjalanan waktu karena semakin sejahteranya buruh tersebut berubahlah gaya hidupnya dari jalan kaki, jadi bisa beli motor, dari punya motor bisa beli mobil, dari yang nggak berani nyicil rumah akhirnya berani nyicil rumah.
Dan semakin sejahteranya buruh itu akhirnya lupa bahwa gaji naik 150 % bonus dapat 8 ( delapan ) kali bukan turun dari langit semua ada perjuanganya dan mungkin lupa yang memeperjuangkan teryata banyak pengorbanan, keluarga, waktu, uang, pikiran, di intimidasi, di penjarakan, bahkan kecelakaan.
Padahal persatuan dan kesatuan adalah modal buruh untuk sejahtera di saat perutnya laper mereka teriak berbondong-bondong menuntuk haknya bersatu padu sehingga pemda Kab bogor menjadi lautan manusia. Tapi sungguh ironis di saat PEJUANG BURUH yang berjuang tanpa pamrih tersakiti meraka seakan-akan tidak peduli, acuh, masa bodoh, bahkan ada yang bilang, kan bukan urusan gue, ada juga yang bilang aku mah ngak usah macem-macem ah ,kalau yang lain naik aku juga naik yang penting aku masih kerja keluargaku bisa makan, kalau orang lain mah emang gue pikirain, kan bukan PT gue yang bermasalah ngapain aku ikut dukung kalau demo.
Kapankah kalian paham dan sadar kawan kawan buruh makna solidaritas, makna kebersamaan, makna gotong- royong, apakah dengan sedikit dunia aja kawan kawanburuh lupa untuk membantu teman lainya yang sedang membutuhkan dukungan bahwa hidup kita nggak akan bisa sendirian kawan buruh RODA BERPUTAR KAWAN kadang di bawah kadang diatas “ kalau senang ingatlah susahmu kalau susah ingat senang yanga kan kamu capai.
Salam Solidaritas Tanpa Batas.

Sabtu, 08 Desember 2012

DARI LAHIR SAMPAI STM

Aku adalah SUROTO yang mempunyai nama kecil LANJAR aku di lahirkan di desa Blumbang, Klego, Boyolali, Jawa Tengah. Kelurgaku berasal dari keluarga petani yang sederhana, nama ibuku Ngatemi dan ayahku bernama Suwito Rejo. Sebelum aku lahir sebenarnya aku punya kakak tapi belum sempat aku melihat Kakak aku, udah di panggil oleh yang Buat Hidup jadi aku hanya dengar cerita dari Bapak dan Ibuku. Akupun dulunya sakit-sakitan semenjak kecil, sampai mati suri kata orang tua saya, dalam keadaan mati suri Ayah saya bernazar apabila aku sembuh entar kalau saya sunat (khitan) akan di beliian jam dengan merek seiko dan Ibupun juga bernazar apabila aku sembuh akan ada hajatan wayang kulit di saat aku sunat (khitan). Alkamdulilah disaat ibu dan bapak aku bernazar aku sembuh dari penyakit dan saya sangat bersyukur sampai sekarang saya bisa menulis blogku ini. di waktu kecil aku selalu di manja oleh kedua orang tuaku, apapun yang kuminta pasti akan di berikan, dan keluarga besarkupun begitu, sampai sampai almarhum kakeku pernah suatu saat membuatkanku rokok dari racikan kakek sendiri. Diusiaku 6 (enam) tahun aku belajar di taman kanak-kanak di desaku dengan guru TK ku yang nggak pernah kulupa namanya ibu Is yang sangat perhatian sama aku. aku inget waktu itu saking takutnya dengan ibu Is saya pernah berak di celana (maaf aku harus jujur terhadap diriku sendiri kalau hidupku mau jujur) tapi dengan kasih sayang ibu Is yang nggak terhingga aku di bawa ke wc dan di bersihkan sama ibu guruku, dan ini peristiwa yang tidak pernah aku lupa sampai saat ini. Selepas  TK aku belajar di SD Negeri Blumbang 1, dengan kepala sekolah Bapak Yoto, dan guru yang selalu kuingat bapak Sabar, prestasiku yang biasa-biasa saja di sekolahan tapi aku dari dulu suka banyak teman dan itupun sampai sekarang aku suka banyak teman. Disitu ada beberapa teman yang masih ingat dalam memoriku seperti : mujiono, joko setiono, sumanto, sutinah, watini, sri suprapti, apriyanti, trimono yang lain lupa aku ingat. Setelah lulus SD aku melanjutkan sekolah SMP, tepatnya di SMP Negeri Jleggong 1. Diwaktu SMP ada yang tak pernah terlupakan juga yaitu cinta monyet. saya suka sama cewek tapi ceweknya masih bingung mau jawab apa tidak. Sempat sih aku kirim surat tapi nggak dibalas, tapi terakhir menjelang perpisahan SMP di bilang mau di nikahkan ya udah lah akhir dari sebuah cinta nggak kesampaian he... he.... he. Sempat bingung mau ngelanjutin dimana sempat terbayang waktu itu mau sekolah di Sekolah Kesenian Solo dan sempat ngomong ke orang tua nggak boleh maksud hati sih pinggin menjadi dalang wayang kulit tapi orang tua tidak boleh dan bialng ke aku untuk sekolah di STM BHINEKA KARYA 2 SIMO maksudnya biar mudah entar mencari pekerjaan. alakamdulilah akhirnya saya lulus STM biarpun nilai akademis saya biasa-biasa saja. Tetapi saya selalu bersyukur dengan apa adanya saya.